Main » 2009»November»14 » Bagian kaum laki-laki dua kali lipat bagian kaum wanita ???
6:38 PM
Bagian kaum laki-laki dua kali lipat bagian kaum wanita ???
Ada di antara kita yang
bertanya-tanya dalam hati, mengapa bagian kaum laki-laki dua kali lipat bagian
kaum wanita, padahal kaum wanita jauh lebih banyak membutuhkannya, karena di
samping memang lemah, mereka juga sangat membutuhkan bantuan baik moril maupun
materiil?
Untuk
menjawab pertanyaan tersebut perlu saya utarakan beberapa hikmah adanya syariat
yang telah Allah tetapkan bagi kaum muslim, di antaranya sebagai berikut:
Kaum wanita
selalu harus terpenuhi kebutuhan dan keperluannya, dan dalam hal nafkahnya
kaum wanita wajib diberi oleh ayahnya, saudara laki-lakinya, anaknya, atau
siapa saja yang mampu di antara kaum laki-laki kerabatnya.
Kaum wanita
tidak diwajibkan memberi nafkah kepada siapa pun di dunia ini. Sebaliknya,
kaum lelakilah yang mempunyai kewajiban untuk memberi nafkah kepada
keluarga dan kerabatnya, serta siapa saja yang diwajibkan atasnya untuk
memberi nafkah dari kerabatnya.
Nafkah
(pengeluaran) kaum laki-laki jauh lebih besar dibandingkan kaum wanita.
Dengan demikian, kebutuhan kaum laki-laki untuk mendapatkan dan memiliki
harta jauh lebih besar dan banyak dibandingkan kaum wanita.
Kaum laki-laki
diwajibkan untuk membayar mahar kepada istrinya, menyediakan tempat
tinggal baginya, memberinya makan, minum, dan sandang. Dan ketika telah
dikaruniai anak, ia berkewajiban untuk memberinya sandang, pangan, dan
papan.
Kebutuhan
pendidikan anak, pengobatan jika anak sakit (termasuk istri) dan lainnya,
seluruhnya dibebankan hanya pada pundak kaum laki-laki. Sementara kaum
wanita tidaklah demikian.
Itulah
beberapa hikmah dari sekian banyak hikmah yang terkandung dalam perbedaan
pembagian antara kaum laki-laki --dua kali lebih besar-- dan kaum wanita. Kalau
saja tidak karena rasa takut membosankan, ingin sekali saya sebutkan
hikmah-hikmah tersebut sebanyak mungkin. Secara logika, siapa pun yang memiliki
tanggung jawab besar --hingga harus mengeluarkan pembiayaan lebih banyak-- maka
dialah yang lebih berhak untuk mendapatkan bagian yang lebih besar pula.
Kendatipun hukum Islam telah menetapkan bahwa bagian kaum laki-laki dua kali
lipat lebih besar daripada bagian kaum wanita, Islam telah menyelimuti kaum
wanita dengan rahmat dan keutamaannya, berupa memberikan hak waris kepada kaum
wanita melebihi apa yang digambarkan. Dengan demikian, tampak secara jelas
bahwa kaum wanita justru lebih banyak mengenyam kenikmatan dan lebih enak
dibandingkan kaum laki-laki. Sebab, kaum wanita sama-sama menerima hak waris
sebagaimana halnya kaum laki-laki, namun mereka tidak terbebani dan tidak
berkewajiban untuk menanggung nafkah keluarga. Artinya, kaum wanita berhak
untuk mendapatkan hak waris, tetapi tidak memiliki kewajiban untuk mengeluarkan
nafkah.
Syariat
Islam tidak mewajibkan kaum wanita untuk membelanjakan harta miliknya meski
sedikit, baik untuk keperluan dirinya atau keperluan anak-anaknya
(keluarganya), selama masih ada suaminya. Ketentuan ini tetap berlaku sekalipun
wanita tersebut kaya raya dan hidup dalam kemewahan. Sebab, suamilah yang
berkewajiban membiayai semua nafkah dan kebutuhan keluarganya, khususnya dalam
hal sandang, pangan, dan papan. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam
firman-Nya:
"...
Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang
ma'ruf ..." (al-Baqarah: 233)
Untuk
lebih menjelaskan permasalahan tersebut perlu saya ketengahkan satu contoh
kasus supaya hikmah Allah dalam menetapkan hukum-hukum-Nya akan terasa lebih
jelas dan nyata. Contoh yang dimaksud di sini ialah tentang pembagian hak kaum
laki-laki yang banyaknya dua kali lipat dari bagian kaum wanita.
Seseorang
meninggal dan mempunyai dua orang anak, satu laki-laki dan satu perempuan.
Ternyata orang tersebut meninggalkan harta, misalnya sebanyak Rp 3 juta. Maka,
menurut ketetapan syariat Islam, laki-laki mendapatkan Rp 2 juta sedangkan anak
perempuan mendapatkan Rp 1 juta.
Apabila
anak laki-laki tersebut telah dewasa dan layak untuk menikah, maka ia berkewajiban
untuk membayar mahar dan semua keperluan pesta pernikahannya. Misalnya, ia
mengeluarkan semua pembiayaan keperluan pesta pernikahan itu sebesar Rp 20
juta. Dengan demikian, uang yang ia terima dari warisan orang tuanya tidak
tersisa. Padahal, setelah menikah ia mempunyai beban tanggung jawab memberi
nafkah istrinya.
Adapun
anak perempuan, apabila ia telah dewasa dan layak untuk berumah tangga, dialah
yang mendapatkan mahar dari calon suaminya. Kita misalkan saja mahar itu
sebesar Rp 1 juta. Maka anak perempuan itu telah memiliki uang sebanyak Rp 2
juta (satu juta dari harta warisan dan satu juta lagi dari mahar pemberian
calon suaminya). Sementara itu, sebagai istri ia tidak dibebani tanggung jawab
untuk membiayai kebutuhan nafkah rumah tangganya, sekalipun ia memiliki harta
yang banyak dan hidup dalam kemewahan. Sebab dalam Islam kaum laki-lakilah yang
berkewajiban memberi nafkah istrinya, baik berupa sandang, pangan, dan papan.
Jadi, harta warisan anak perempuan semakin bertambah, sedangkan harta warisan
anak laki-laki habis.
Dalam
keadaan seperti ini manakah di antara kaum laki-laki dan kaum wanita yang lebih
banyak menikmati harta dan lebih berbahagia keadaannya?
Laki-laki ataukah
wanita?
Inilah logika keadilan dalam agama, sehingga pembagian hak laki-laki
dua kali lipat lebih besar daripada hak kaum wanita.