Kekerasan sebagai cerminan tegas sikap dan
tegar prinsip adalah kekerasan
yang terpuji, dan tidak bertentangan dengan
syari’at. Karenanya, dalam surat At-Taubah ayat 73 dan At-Tahrîm ayat 9,
Allah SWT memerintahkan Rasulullah SAW untuk bersikap keras terhadap
orang-orang kafir dan munafiq. Firman-Nya SWT :
Artinya : ” Hai Nabi, Berjihadlah ( perangilah ) orang-orang kafir
dan orang-orang munafiq itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat
mereka ialah neraka Jahannam. Dan itulah tempat kembali yang seburuk-seburuknya
”. QS.9.At-Taubah : 73 & QS.66.At-Tahrîm : 9
Selain itu, Allah SWT memuji para Shahabat
Nabi karena sikap keras mereka terhadap kaum kafir dan berkasih sayang terhadap
sesama. Firman-Nya SWT :
Artinya : ” Muhammad itu adalah utusan Allah, dan
orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang kafir, tetapi berkasih
sayang sesama mereka ”. QS.48.Al-Fath : 29.
Kekerasan yang terpuji ini biasa disebut
KETEGASAN, untuk membedakannya dengan KEKERASAN dalam arti negatif yaitu
ANARKISME.
2.Cerminan KEKASARAN SIKAP dan KEBENGISAN HATI.
Ada pun kekerasan sebagai cerminan kasar
sikap dan bengis hati adalah kekerasan yang tercela, dan dilarang keras
oleh syari’at. Karenanya, Allah SWT memerintahkan Rasulullah SAW untuk
berda’wah dengan hikmah, ‘arif, bijak, dan lemah lembut. Firman-Nya SWT :
Artinya
: ” Serulah ( manusia ) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik,
dan bantahlah mereka dengan cara yang terbaik. Sesungguhnya Tuhanmu Dia lah
yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya, dan Dia lah
yang lebih mengetahui tentang orang-orang yang mendapat petunjuk ”. QS.16.An-Nahl
ayat 125.
Dan Allah SWT
melarang Rasulullah SAW dari sikap kasar atau pun bengis, bahkan membimbing
Rasulullah SAW agar pemaaf dan mengutamakan Musyawarah. Firman-Nya SWT :
Artinya : ” Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku
lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati
kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekeliling mu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka,
dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu
telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya ”. QS.3.Âli-‘Imrân : 159.
Kekerasan yang tercela inilah yang biasa disebut sebagai KEKERASAN atau
disebut juga BRUTALISME atau ANARKISME.
Oleh karena itu,
sungguh tidak masuk akal, bila semua jenis kekerasan secara mutlak
digeneralisir dan divonis sebagai sesuatu
yang tercela dan terlarang. Bukankahsudah
menjadi kesepakatan masyarakat internasional, bahwa tentara suatu negara
dibenarkan untuk menyerang dan menembak, bahkan membunuh musuh dalam membela
kedaulatan bangsa dan negara. Dan polisi suatu negara juga dibenarkan menembak
mati para penjahat tatkala tak ada pilihan lain untuk mengatasinya. Semua itu
merupakan kekerasan yang terpuji, bahkan kekerasan yang menjadi keharusan demi
melindungi kedamaian dan kelembutan dalam kehidupan suatu bangsa dan negara.
Disini kita
tertantang untuk mengkaji ulang DEFINISI tindak kekerasan, agar tidak terjadi
PEMBUSUKAN MAKNA dengan menggeneralisir bahwa semua kekerasan itu tercela dan
patut dikecam serta dilaknat. Dengan pendefinisian yang benar nantinya kita
mudah memilah mana kekerasan yang TERPUJI dan mana yang TERCELA, sehingga kita
tidak lagi memposisikan dalil-dalil kelembutan sebagai lawan dari dalil-dalil
kekerasan dalam arti KETEGASAN.
2.KELEMBUTAN
dan KETEGASAN
Tidak ada seorang pun yang memungkiri bahwa
sikap lembut dan bijak adalah sikap yang terpuji, bahkan harus dikedepankan di berbagai situasi dan kondisi, apalagi
dalam beramar ma’ruf nahi munkar untuk menegakkan agama Allah SWT.
Dalam Shahîh
Al-Imâm Al-Bukhâri rhm, Hadits ke – 6.024, 6.256, 6.395 dan 6.927, yang
semuanya bersumber dari Sayyidah Âisyah ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda
:
Artinya : ” Sesungguhnya
Allah itu Maha Lembut, dan Ia menyukai kelembutan dalam segala urusan ”.
Hadits yang serupa atau semakna diriwayatkan pula oleh para Ahli Hadits lainnya seperti Al-Imâm Muslim rhm, Al-Imâm At-Tirmidzi rhm, Al-Imâm Ibnu Mâjah
rhm, dan Al-Imâm Abu Daud rhm.
Namun demikian, Lembut bukan berarti Tidak Tegas
terhadap KESESATAN, dan bukan pula berarti Damai dengan PENISTAAN AGAMA. Karena
Tidak Tegas terhadap KESESATAN adalah kefasikan. Damai
dengan PENISTAAN AGAMA adalah kemunafikan.
Islam adalah agama perdamaian, tapi bukan berarti pasrah kepada KESESATAN.
Islam adalah agama kelembutan, tapi bukan berarti diam terhadap PENISTAAN dan
PENODAAN AGAMA.
Setiap kampanye perdamaian yang ditujukan untuk memadamkan api perlawanan
terhadap KESESATAN adalah pengkhianatan. Sebaliknya, setiap kampanye perang
untuk melawan KESESATAN adalah perjuangan. Semua
kampanye kelembutan dengan tujuan membiarkan PENISTAAN AGAMA adalah kejahatan. Sebaliknya, semua kampanye ketegasan untuk
menghentikan PENODAAN AGAMA adalah
kebajikan.
Nash Al-Qur’an dan
As-Sunnah yang membenarkan sikap tegas tidak kalah banyaknya dengan nash
tentang kelembutan. Jadi, kita tidak boleh hanya mengambil dalil-dalil kelembutan
dengan mengabaikan dalil-dalil ketegasan, atau sebaliknya, karena keduanya
sama-sama datang dari sumber hukum yang sah, bahkan sumber dari segala sumber
hukum Islam, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Rasulullah SAW pernah
melakukan 29 kali peperangan dalam sejarah hidupnya. Kita tidak bisa memungkiri
bahwa perang adalah tindak kekerasan, yang mengakibatkan
pertumpahan darah, kemusnahan harta benda, bahkan mengorbankan nyawa. Namun
tentu saja, semua itu tidak dilakukan oleh Rasulullah SAW, kecuali sebagai solusi
terakhir, setelah sikap lembut dan ramah dikedepankan dan didahulukan.
Sungguh pun demikian rupa yang dilakukan Rasulullah SAW dengan tegas dan
keras, namun Allah SWT tidak pernah mengecamnya, apalagi menyebut beliau dan
para Shahabatnya sebagai golongan ”Radikal” atau menyatakan tindakan mereka ”Anarkis”,
bahkan Allah SWT membenarkan dan memujinya.
KETEGASAN inilah yang
telah diteladani oleh para Al-Khulafâ’ Ar-Râsyidîn ra. Lihatlah bagaimana
Sayyidunâ Abu Bakar Ash-Shiddîq ra tanpa
ragu-ragu memerangi kaum murtaddîn dari para pengikut Nabi
Palsu Musailamah Al-Kadzdzab dan mereka yang tidak mau membayar zakat, setelah
terlebih dahulu diajak untuk bertaubat dengan penuh kelembutan.
Dan lihat pula
bagaimana Sayyidunâ ‘Ali Al-Murtadhâ krw dengan tegas menindak kaum bughât yang durhaka terhadap Imam yang haq,
setelah terlebih dahulu diajak untuk kembali kepada persatuan umat dan mentaati
pimpinan.
Sayyidunâ ‘Ali ibnu Abi Thâlib krw pernah menulis pesannya kepada para pembantunya dalam menjalankan roda
pemerintahan, antara lain berisi :
Artinya : ” Mohonlah
pertolongan Allah. Campurlah sikap keras dengan segenggam kelembutan, lembutlah
ketika kelembutan itu yang terbaik. Dan mantapkan kekerasan saat engkau tidak
lagi mendapatkan cara kecuali kekerasan ”. Nahjul Balâghoh, Juz III, Hal.597, nomor ke 46,
Kesimpulannya, Lembut ada tempatnya dan Tegas
ada saatnya. Kelembutan harus dikedepankan dan diutamakan dalam menegakkan
agama Allah SWT, sedang ketegasan merupakan solusi akhir jika kelembutan tak
mampu menyelesaikan persoalan.